Blogger Themes

adsense link 728px X 15px

Sponsors

Facebook Pages

Popular Posts

Poll

Toumahuw : Pemkot Terkesan Perlambat Sengketa Raja Urimessing

Selasa, 08 November 2011

Picture Ambon,  IA-

  Kader  PDIP Perjuangan  Reinhard  Toumahuw  selaku   ketua DPRD kota  Ambon kesal  dengan sikap    rekan  sesama  partainya   walikota  ambon  M J  Papilaya  dan  jajarannya  di pemerintah  kota  ambon  yang  terkesan  memperlambat  sengketa   raja   urimeseng.  Hal  ini   terungkap  pada    Rapat dengar pendapat  yang digelar  Komisi I DPRD Kota  Ambon (27/6)  ketika  mengundang  pemkot  untuk mendengarkan  perkembangan  sengketa  raja  urimesing. Rapat  ini  sendiri  digelar  mengingat  pihak  pemerintah  kota  ambon  tidak  pernah  memberitahukan  dan  menyerahkan  tembusan  putusan-putusan   hukum  yang  digelar  pada  pengadilan  tata  usaha,  baik  di ambon  maupun di makasar kepada komisi I.
“ Permasalahan ini  jangan dibiarkan  berlarut- larut  terkait  sengketa pilkades uremesing,  pemerintahan  kota  ambon  harus  menyerahkan  tembusan  putusan  hukum  oleh  pengadilan komisi I DPRD Kota Ambon,” ungkapnya.
Toumahuw meminta, agar pemkot  menyerahkan  semua  putusan  tersebut  agar DPRD Kota Ambon  tidak lagi memanggil  pihak pengadilan  tata usaha, mengingat agenda kerja DPRD kedepan  yang cukup padat  dan harus  membahas  rancangan pembangunan daerah (ranperda)  Kota Ambon.  Untuk itu  upaya yang harus dilakukan hanya  sebatas  melakukan audience  dengan  pihak  pengadilan untuk menjelaskan   putusan  hukum  tata usaha  negeri  yang  melibatkan  dua  pihak, Bob  Alfons  selaku  penggugat  yang  juga  turut  hadir  dalam  rapat  tersebut  sempat  melakukan  argument  hukum  dengan  pihak  tergugat  yaitu  pemkot.
Sementara  itu ditempat  yang  sama,  politisi  golkar  Husein Toisuta  mengatakan,  yang  disampaikan  Bob  Alfons  tidak  disikapi  dengan baik  oleh  pemerintah   kota Ambon, sementara  anggota  komisi lainny, Ibrahim Seknun  justru  meminta  pemkot  harus  menjalankan  putusan Mahkamah Agung  tanpa  menunggu  putusan  kasasi (PK). Pemkot, menurut  seknun  sesuai  prosedur  harus  melaksanakan  putusan Mahkama Agung.
Kekesalan ini juga ditunjukan  oleh  Alan Barcis Pelupessi, anggota komisi I mengatakan bahwa, sikap pemkot  yang tidak  pernah menyerahkan putusan-putusan pengadilan terkait  masalah sengketa  raja urimeseng, kepada komisi I DPRD Kota Ambon  lebih  memperuncing  masalah, apalagi  DPRD sendiri justru  mendapat data dan informasi  lebih banyak melalui media  massa dan bukan  melalui pemkot. (IA_06)
Read Post | komentar

Polemik Pilkades Urimessing

Alfons: Walikota Tidak Laksanakan Perda Tentang Negeri Adat

Picture
Jacobus Abner Alfons Raja Urimessing Terpilih
Ambon, IA
Polemik pelantikan Raja Urimessing hingga kini seakan menjadi momok bagi warga Urimessing. Pasalnya, sejak pelantikan kades Urimessing, Nicolas de Fretes pada 15 Desember 2008 secara sepihak oleh Walikota Ambon, M. J. Papilaja, meninggalkan kesan bahwa ada konspirasi antara Walikota Ambon dan sang kades versi Walikota ( red-Nicolas de Fretes).
Dalam rapat dengar pendapat antara kedua kubu itu ( Walikota vs Jacobus Abner Alfons ) bersama Komisi I DPRD Kota Ambon, Raja terpilih dalam pilkades Urimessing pada 26 Mei 2007 lalu, memaparkan sejumlah penjelasan terkait masalah pelantikan sepihak tersebut.
Polemik dalam rapat tersebut membahas tentang surat masuk dari kepala desa Urimessing No. 03/G.TUN/2008/PTUN.ABN tertanggal 28 Maret 2011, di nilai Alfons sebagai salah satu bentuk kritikan halus DPRD Kota terhadap Walikota Ambon, di mana dalam surat tersebut tertera alamat yang di tujukan kepada kades Urimessing. Dirinya menilai, bahwa terlalu dini jika dirinya di sapa sebagai kades Urimessing, menurutnya,  dirinya adalah orang yang di inginkan oleh warga Urimessing secara demokratis harus di lantik menjadi raja Uremessing, bukan sebaliknya versi Walikota terhadap dirinya yang hanya memangku jabatan selaku Ketua Persekutuan Anak-anak Adat Negeri Urimessing.
“Dengan menyebut Saya selaku kades Urimessing oleh DPRD Kota Ambon, saya yakin DPRD melalui Komisi I masih menghargai putusan Mahkamah Agung RI yang secara tegas memaksa Walikota untuk mengesahkan saya selaku kepala desa Urimessing sesuai dengan penetapan dan pengusulan LMD desa Urimessing,“ kata Alfons kepada Info Ambon seusai rapat dengar pendapat dengan DPRD kota Ambon (27/6) kemarin.
Surat susulan saya, sambungnya, tertanggal 18 Februari 2011 ditujukan kepada Ketua DPRD Kota Ambon Cq. Ketua Komisi I, perihal tanggapan atas penjelasan E. Silooy, SH. MH, Kabag Hukum Pemkot. Surat itu menekankan jalannya proses pengadilan dari PTUN Ambon sampai dengan proses pengadilan di tingkat kasasi MA, yang ternyata tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh saudara. E. Silloy.
Alfons menilai,  komentar Silooy sebagaimana yang dilansir oleh salah satu media di kota Ambon pada edisi Kamis, 27 Januari 2011, sarat dengan muatan kepentingan karena selang beberapa hari kades Urimessing versi Walikota (red-de Fretes) dalam perkara perdata di PN Ambon terkait gugatan lahan pertamina, yang bersangkutan mengajukan alat bukti berupa putusan pengadilan Tinggi TUN Makasar dan putusan pengadilan TUN Ambon dengan menghilangkan beberapa halaman dari putusan pengadilan TUN Ambon serta nomor petunjuk halaman dari putusan Pengadilan TUN Ambon dan putusan Pengadilan Tinggi TUN Makassar, yang menurutnya  putusan itu diperoleh dari Pemkot Ambon.
“Ada apa di balik pelantikan saudara Nicolas de Fretes oleh Walikota yang terkesan terburu – buru sementara proses hukum di pengadilan tentang sengketa TUN masih berjalan padahal kades versi Walikota dengan mudahnya memperoleh turunan putusan pengadilan yang merupakan dokumen Negara yang patut diamankan?“ urainya.
Diharapkan, kiranya dewan secara tanggap menyoroti arogannya Walikota Ambon, M. J. Papilaja yang secara nyata telah mengabaikan penyampaian hakim dalam sidang tanggal 19 Maret 2008 bahwa Walikota tidak boleh melakukan kegiatan apa pun menyangkut ketiga objek sengketa yang sedang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon sampai sengketa ini mempunyai kekuatan hukum tetap. Alfons berharap, kiranya DPRD Kota Ambon terutama Komisi I dapat mengambil langkah tepat dan tegas berdasarkan kewenangannya demi penegakan supremasi hukum serta mendorong terpeliharanya nilai-nilai demokratis saat ini, “ tutupnya. (IA_***) 
Read Post | komentar

KISAH SUMPAH SIMAMOLE KEPADA MARGA MANUHUTU

Setelah tiga moyang adik kakak, Temanole, Simanole, dan Silaloi ke luar dari gunung Hutumeten meninggalkan orang tuannya dan kedua saudara perempuan, yaitu Okawanda (Nyai Mas) dan Okiwanda (Nyai Intan) maka mereka bertiga sudah perusah tempat tinggalnya, yaitu Timanole di Hutumuri (Tambilou) Simanole di Lounusa (Hutumuri), dan silaloi di Elhau (Sirisori). Maka pada suatu waktu, keduanya Okawanda dan Okiwanda pergi mencari ketiga saudaranya. Di Hutumuri mereka bertemu dengan Timanole,  di Elhau mereka bertemu dengan Silaloi dan di Lounusa mereka bertemu dengan Simanole. Sementara okiwanda dan okawanda berada di lounusa, Simamole tidak mengijinkan keduanya kembali ke Nusa Ina bertemu Ibunya Lounsansalou. Maka keduanya tinggal di lounusa bersama Simanole. Tidak berapa lama datanglah dari Negeri Waai, Kapitan Bakarbesi melamar Okawanda (Nyai Mas) untuk menjadikan istrinya. Setelah pelamaran kapitan Bakarbesi kepada Okiwanda diberitahukan  kepada Timanole dan Silaloi, keduanya tidak keberatan. Maka datanglah keluarga bakarbesi Ke Lounusa, dan setelah melakukan semua persyaratan adat yang diatur di Negeri Lounusa maka Okawanda (Nyai Mas) dibawah oaleh Kapitan Bakarbesi ke negeri Waai. Tidak berapa lama lagi dari perkawinan Okawanda, maka di dengan oleh Kapitan Manuhutu di Haria, bahwa ada seorang gadis sangat manis dan perkasa di lounusa. Maka atas persetujuan keluarga Manuhutu, mereka berangkat ke Lounusa, untuk meminang Okiwan (Nyai Intan).
Bersama-sama keluarga Manuhutu, juga staf Pemerintah dan Tua-tua adat Negeri Haria. Mereka mengantar Kapitan Latu Manuhutu ke Lounusa. Setelah tiba Di Lounusa , Maksud yang baik ini diberitahukan kepada Simanole. Simanole mengumpulkan staf pemerintah dan tua-tua adat, untuk menjelaskan syariat yang berlaku di Lounusa.
Dalam pertemuan bersama rombongan Manuhutu dari Haria, Tua-tua Adat yang di kepalai oleh Aman Upu (Tuantanah) Tomalayueng (Tamilueng) menerangkan syarat adat dan harta kwain sebagai berikut :
  1. Yang mau menjadi suami Okiwanda, harus relah memberikan kepalahnya dipotong oleh saudara laki-laki, dan bila tidak mati, maka dia berhak kawin dengan saudaranya. Ini berarti dia bias menjaga saudara perempuannya dari perebutan kekuasaan.
  2. Kain putih 9 kayu besar.
  3. kain berang 9 kayu
  4. Kain Patola 9 kayu besar
  5. Ular mas 9 ekor
  6. Gong besar 9 buah
  7. Piring batu besar 9 buah
  8. Sageru (sopi) 9 tempayang
  9. Tempat siri tembaga  9 buah lengkap dengan isinya
  10. Tembakau 9 Lemping.
Rasanya syarat adat ini sangat berat bagi keluarga Manuhutu, mereka harus pertimbangkan baik-baik. Kemudian berkatalah Simanole, saya punya saudara laki-laki ada dua orang lagi. Yang satu di Hutumuri (Tambilou) dan yang satu di Elhau (Sirisori). Kami bertiga punya tanggung jawab kepada saudara- saudara perempuan ini. Sebab itu beta mohon saudara-saudar bersabar seharian dua lagi, beta akan pergi memberitahukan mereka yaitu Timanole di Hutumuri dan Silaloi di Elhau.
Maka berangkatlah Simamole  ke hutumuri dank e Elhau. Dan keluarga Manuhutu masi tetap tinggal di Lounusa. Setelah Simamole berangkat ke Hutumuri dan Elhau, maka keluarga Manuhutu mengadakan rapat menyangkut sariat adat negeri Lounusa, apakah sanggup keluarga Manuhutu melaksanakan tuntutan adat negeri Lounusa atau tidak. Rasanya paling berat bagi keluaraga Manuhutu,  ialah masalah potong kepala itu.  Sebab bila Kapitan Latu Manuhutu calon suami Okiwanda tidak kebal, maka kematian akan terjadi. Karena alasan-alasan itu, keluarga bermufakat diam-diam untuk bersepakat dengan Okiwanda, untuk dibawah lari, supaya luput dari tuntutan adat tersebut. Setelah Okiwanda setuju untuk dibawa lari, maka diam-diam pada malam hari, rombongan Manuhutu bersama Okiwanda setuju untuk dibawa lari, maka dengan diam diam pada malam hari, rombongan Manuhutu bersama okiwanda, mereka turun ke pantai Toisapu, lalu berangkat ke haria. Setelah Simamole kembali dari Hutumuri dan Elhau dan tiba di Lounusa, dia diberitahukan bahwa keluarga Manuhutu, telah membawa Okiwanda lari ke Haria. Mendengar itu, maralah Simamole, seakan-akan ia mau terbang ke Haria untuk membunuh semua keluarga Manuhutu. Karena marahnya Simanole, tidak seorangpun yang dapat menghiburnya. Dikumpulnya staf pemerintah dan Tua-Tua adat di baeleo lounusa, maka berkatalah Simanole di hadapan saniri dan Tua-Tua adat Negeri Lounusa, Bahwa mata rumah manuhutu dan Keturunannya, tidak boleh menginjak kaki di Negeriku, bila mereka dating masuk Negeriku, mereka akan mendapat kutuk.Demikianlah sumpah Simamole terhadap keluarga Manuhutu. Sebab itu, sumpah sampai hari ini, keluarga  Manuhutu enggan dating ke Hutumuri. Mereka takut kepada sumpah itu.
Read Post | komentar

Setelah Audit BPKP, Kejari Periksa Tersangka Kasus UUDP

Sabtu, 05 November 2011

Ambon - Setelah audit kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejak­saan Negeri (Kejari) Ambon akan meme­riksa para tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan Uang Untuk Dipertanggung­jawabkan (UUDP) pada Sekretariat Daerah Maluku Tahun 2006 senilai Rp 15 milyar.
Hal ini disampaikan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pid­sus) Kejari Ambon, Ilham Samudra kepada Siwalima di Kantor Kejati Maluku, Jumat (4/11). “Setelah audit BPKP kita terima baru dilihat perkaranya dilanjutkan ataukah gi­mana. Begitu pula dengan peme­riksaan tersangka masih tunggu audit BPKP,” jelas Samudra.

Soal pemeriksaan 19 orang yang turut dalam rombongan Gubernur Ma­luku, KA Ralahalu ke tiga negara masing-masing Rusia, Beijing dan Malaysia pada November-Desember 2006, Samudra mengatakan, mereka hanya dimintakan konfirmasi saja. “Kita hanya meminta konfirmasi mereka saja, apakah ikut dalam perjalanan dinas itu ataukah tidak,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, dalam kasus ini penyidik telah menetapkan tiga pejabat pemprov Maluku sebagai tersangka masing-masing RA, LB dan JT.
Penetapan ini dilakukan berda­sarkan pemeriksaan saksi-saksi, maupun dokumen-dokumen yang sita dalam penggeledahan di kantor Gubernur beberapa waktu lalu.
Dalam kasus ini, ratusan dokumen disita Kejari Ambon dari Kantor Gubernur Maluku saat menggeledah kantor tersebut Jumat (7/10) lalu.
Penyitaan yang dilakukan di Kantor Gubernur merupakan tin­daklanjut penyitaan yang pernah dilakukan tahun 2009 lalu.
Untuk diketahui pada peme­riksaan Juni 2007 lalu, Badan Pe­meriksa Keuangan (BPK) perwakilan Maluku telah menemukan dugaan penyimpangan UUDP pada Sek­retariat Daerah Maluku Tahun 2006 senilai Rp 15 Milyar lebih.
Dana tersebut bermasalah, karena seharusnya dana itu dikembalikan ke kas daerah, namun ternyata diba­gikan ke 18 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemprov Maluku, termasuk DPRD Maluku. (S-27)
Read Post | komentar
 
© Copyright Urimesing Amarima 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all